Posted by : Eka Rizky safitri
Selasa, 10 Maret 2020
Banyak orang mengatakan bahwa anime itu
kartun. Tontonan buat anak kecil. Maka tidak heran jika ada orang dewasa yang
masih menonton anime sering dikatai bocah. Sering dinilai aneh karena
tontonannya tidak sesuai dengan umur. Dan saya sendiri pun diumur yang bukan
lagi belasan, masih sering nonton anime. Namun saya selalu memilih genre anime
apa yang tepat.
Saya mengenal anime sejak masih duduk di
bangku SD. Digimon Adventure adalah anime pertama yang saya sukai. Dulu saya
numpang menonton di rumah kakak tetangga. Dan karena dulu masih sangat kecil,
maka setiap digimon milik Hikari berevolusi menjadi Angewomon, kakak tetangga
itu cepat-cepat menutup mata saya dan berkata, “anak kecil tidak boleh lihat.”
Hingga setelah lulus kuliah, saya mulai menonton kembali anime itu dari episode
awal. Kemudian saya mengerti mengapa dulu kakak tetangga itu menutup mata saya.
Namun sebenarnya anime Digimon itu
mengajarkan arti persahabatan sejati. Dan memang hampir kebanyakan anime itu
mengajarkan tentang persahabatan, nilai-nilai kehidupan, dan masih banyak lagi
sisi positifnya, tergantung anime genre apa dulu yang kalian nonton.
Karena… Tau kah kalian kalau sebenarnya anime
itu bukan tontonan yang hanya “sekedar kartun” untuk anak kecil. Saya pernah membahas ini
sebelumnya di postingan saya tahun 2014 mengenai perbedaan kartun dan anime.
Silakan kalian cek disini : Perbedaan Anime dan Kartun - Otaku dan Anime Lover
Dan tulisan saya kali ini membahas tentang
kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak yang katanya masih SMP tetapi
memiliki jiwa psikopat. Kasus ini masih menjadi perbicangan sekarang, di dunia
nyata maupun di sosial media (dunia maya) dengan banyaknya warganet yang
membagikan berita tersebut di akun mereka. Sekaligus memberikan sedikit informasi tentang anime bagi merek yang masih belum mengenal dengan baik apa itu anime. Karena ternyata kasus ini disangkut pautkan dengan
akibat menonton anime. Berhubung pelaku juga cosplayer atau orang yang
menggunakan baju/kostum seperti tokoh game, anime, maupun tokusatsu. Katanya
pelaku suka yang “jejepangan”.
Sumber : Facebook
Tetapi pada sumber lain yang
saya baca, disitu tertulis kalau anak itu sebenarnya terinspirasi dari film horor
yang ia nonton. Serta sosok Slenderman.
Sumber : Facebook
Berdasarkan banyaknya berita
dan penilaian masyarakat terkait kasus ini,saya menemukan satu komentar seorang
wanita di salah satu akun facebook yang membahas tentang kasus
tersebut. Ia mengatakan, “Soalnya aku liat emang anak SMP jaman sekarang pada
seneng banget anime-anime. Cuman ya aku taunya gambar kartun tokk. Hadeehh.
Serem banget tu anak.”
Setelah terjadinya kasus
ini, kalian masih mau bilang anime itu tontonan anak kecil? Cuma kartun? Tidak,
teman. Semua anak kecil bisa nonton kartun. Tapi tidak semua anak kecil bisa
nonton anime. Naruto saja sebenarnya bukan untuk ditonton oleh anak kecil. Anime
sendiri memiliki banyak genre. Silakan kalian cari di google
mengenai genre-genre anime.
Itulah mengapa ketika
seorang anak mulai tertarik dengan hal yang bernama anime, apalagi di usia yang
masih sangat muda, masih sekolah, orangtua harus mengawasi apa yang anak mereka
tonton. Apalagi jika mereka suka anime yang ceritanya mengenai kekerasan.
Contohnya anime Mirai Nikki, Tokyo Ghoul, dan Higurashi no naku koro ni. Dan masih banyak
lagi.
Sumber : Amazon.com
(Touka Kirishima - Anime Tokyo Ghoul)
Kita tidak tahu apakah setelah menonton anime tersebut sang anak kemudian
terinspirasi? Apalagi jika mereka di dukung dengan memiliki jiwa psikopat. Yang
ada, setelah melakukan kejahatan pelaku akan merasa puas. Tidak menyesal sama
sekali karena itu merupakan suatu kesenangan bagi mereka.
Perlu diingat bahwa anime
juga memiliki genre dengan cerita yang berbau mesum. Bayangkan jika seorang anak
sudah terbiasa menonton anime dengan cerita seperti itu dan kemudian penasaran
ingin mencobanya. Sungguh miris, bukan?
Nonton anime sah-sah saja.
Namun sekali lagi, mohon diperhatikan genrenya. Jangan menyepelekan hanya karena itu "terlihat seperti kartun".
Semoga dari kasus tersebut kita
bisa lebih meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada seluruh keluarga kita
yang masih di bawah umur mengenai apa saja yang mereka tonton. Agar kelak
mereka tumbuh menjadi pribadi yang positif.
Sekian dan Terima kasih
Posting Komentar